PANDANGAN MENGENAI TEKNOLOGI KOMUNIKASI BERDASARKAN PERSPEKTIF DETERMINISME DAN KONSTRUKSI SOSIAL

Perkembangan teknologi komunikasi di dunia menurut saya sudah mulai pesat. Saat ini kebutuhan akan teknologi sangat tinggi oleh semua golongan. Semua golongan masyarakat sudah sangat membutuhkan teknologi. Apalagi untuk berkomunikasi. Sudah semakin berbagai macam saja alat komunikasi yang diusahakan untuk menyesuaikan kebutuhan setiap manusia. Dari yang kita tahu hanya handie talkie. Sekarang sudah berkembang dengan adanya telepon selular.

Teknologi oleh para praktisi teknologi dilahirkan untuk mengatasi keterbatasan fisik manusia. Pekerjaan dalam jumlah besar dan waktu yang singkat tidak dapat diatasi oleh manusia dengan mengandalkan fisiknya yang terbatas. Oleh karena itu teknologi parameternya adalah efisiensi dan efektivitas. Parameter ini terbangun disebabkan oleh asumsi ilmu dan pengetahuan yang akarnya adalah rasionalitas serta logika manusia yang kemudian diterjemahkan dalam artefak teknologi.

Pandangan ini meletakan bahwa teknologilah yang menjadi faktor penentu utama dari perubahan-perubahan sosial yang terjadi dan sangat mendewakan teknologi. Sikap instrumentalis ini melahirkan pandangan determinisme yang bersifat ideologis. Determinisme teknologi ini menurut Roe Smith lahir sejak awal revolusi industri, dengan asumsi bahwa teknologilah yang menjadi kunci bagi kemajuan masyarakat, hal inilah yang menjadi pemicu utama para pemikir era renaisence dan pencerahan untuk mengembangkan dan mereproduksi teknologi terus menerus.

Selama tiga dekade terakhir para pakar telah berusaha untuk mengkritisi paham determinisme, teknologi misalnya analisis Andrew Fenberg, pertama asumsi teknologi berkembang secara unilinear dari konfigurasi yang paling sederhana menuju ke yang paling kompleks, kedua adalah asumsi bahwa masyarakat harus tunduk kepada perubahan-perubahan yang terjadi dalam teknologi. Kedua premis diatas sukar diterima karena perekembangan teknologi juga sangat tergantung kepada kondisi sosial, politik dan bahkan budaya dari sekitarnya. Disamping itu determinisme teknolgi yang bersifat mekanis cendrung sangat mengesampingkan makna hidup manusia serta menghilangkan unsur moral dan etika dalam tranformasinya. Serta yang paling penting adalah sifat universalitas teknologi yang yang cendrung dipaksakan dalam struktur masyarakat sehingga mengurangi otoritas masyarakat dalam membuat pilihan.Alasan universalitas ini pulalah yang menjadi alasan hegemonitas teknologi terhadap ranah-ranah politik, ekonomi dan ideologi dalam struktur masyarakat Sehingga cendrung fatalis.

Dalam perkembanganya ketika melewati sebuah sistem sosial teknologi menempuh tiga fase. Fase pertama adalah fase perkenalan dimana semua kelompok masyarakat melakukan interpretasi dan perkenalan terhadap artefak teknologi yang masuk, lalu masing-masing kelompok tadi memberikan makna terhadap teknologi yang bersangkutan. Fase kedua adalah fase transisi dimana semua intrepretasi teknologi oleh kelompok-kelompok masyarakat tadi mencoba di kompromikan, pada fase inilah terjadi konflik atau negoisasi. Dam fase yang ketiga adalah fase stabilitas dimana semua kelompok sosial yang ada telah mendapat persetujuan tentang artefak teknologi yang masuk. Pada fase ini keadaan telah menjadi stabil.

Dan tiap fase dari ekspansi teknologi ini akan mengguncang posisi budaya difense, dan cepat atau lambatnya proses ini berlangsung sangat bergantung kepada yang pertama bagaimana presepsi kelompok-kelompok terhadap ertefak teknokogi tersebut. Dan yang kedua adalah bagaimana konteks kultural dimana teknologi itu akan masuk dan berfusi. Semakin liberal kelompok masyarakat dalam menerima konteks baru atau semakin dekatnya konteks budaya lokal dan artefak teknologi yang ada maka akan semakin cepat teknologi akan mencapai fase kestabilan. Dan sebaliknya semakin konsevativ sebuah masyarakat atau semakin jauh konteks budaya lokal yang ada dengan teknologi maka akan semakin sulit mencapai fase kestabilan Contohnya masyarakat badui di jawa barat atau masyakat kajang di sulawesi selatan yang tidak tersentuh oleh kemajuan teknologi apapun, karena presepsi masyarakat yang konservatif terhadap budaya lokal yang selama ini dijunjung tinggi oleh nenek moyang mereka atau sikap apatis terhadap teknokogi yang akan merusak tradisi nenek moyang mereka. Sebagai akibatnya masyarakat ini cendrung bertahan pada fase transisi dimana tekanan artefak teknologi datang secara terus menerus sementara mereka terus mempertahankan budaya lokalnya.

0 komentar: