Kamis, 28 Mei 2009 01:17 WIB
Posting by : warso
Lupakan siaran televisi yang berkualitas suara mono atau gambar tidak tajam. Sebab, semua kekurangan televisi analog akan digeser televisi digital. Apalagi enam stasiun swasta nasional (Metro TV, SCTV, ANTV, Trans TV, Trans 7, dan TV One) yang tergabung dalam PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) telah menguji coba siaran televisi digitalnya pada 21 Mei lalu.
Era televisi digital semakin mendekati kenyataan. Bukan mimpi lagi bila pada 2017 seluruh jaringan televisi di Indonesia berkualitas superjernih dan superstereo.
Lupakan siaran televisi yang berkualitas suara mono atau gambar tidak tajam. Sebab, semua kekurangan televisi analog akan digeser televisi digital. Apalagi enam stasiun swasta nasional (Metro TV, SCTV, ANTV, Trans TV, Trans 7, dan TV One) yang tergabung dalam PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia (KTDI) telah menguji coba siaran televisi digitalnya pada 21 Mei lalu.
Meski masih di lingkup Jabodetabek, hasilnya sempurna. Gambar jernih, kualitas suara mengagumkan. Upaya menggeser televisi analog itu sebelumnya sudah diusung Televisi Republik Indonesia (TVRI) pada Agustus 2008.
Lalu, apa sebenarnya televisi digital itu? Televisi digital atau tepatnya penyiaran digital merupakan jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal video, audio, dan data ke pesawat televisi. Televisi digital di sini bukan berarti televisi berteknologi digital, melainkan sinyal yang dikirimkan merupakan sinyal digital atau lebih tepatnya siaran digital (digital broadcasting).
Banyaknya pihak yang kepincut dengan televisi digital bukan karena kelemahan televisi analag, namun dipicu mulai jenuhnya pasar televisi analog yang berbasis satelit atau kabel. Di sisi lain, perkembangan teknologi digital semakin pesat. Komponen untuk penyiaran berbasis digital seperti transmisi, semikonduktor, dan peralatan beresolusi tinggi, bukan lagi barang langka.
Apalagi geliat televisi digital diperkuat kebijakan pemerintah. Konkretnya tercantum dalam Keputusan Menteri Kominfo No 3B/01/2006 tentang Pembentukan Tim Nasional Migrasi Sistem Penyiaran Analog ke Digital. Intinya, kebijakan itu mendorong pelaku-pelaku penyiaran radio dan televisi untuk mengaplikasikan konsep digital broadcasting. Termasuk membuat rekomendasi standardisasi dan strategi mentransisikan lembaga penyiaran analog menjadi digital. “Implementasinya saat ini sedang dimonitor dan dievaluasi,” kata Supeno Lembang, Direktur PT Konsorsium Televisi Digital Indonesia.
Gambar Berkualitas
Teknologi televisi ini memang cukup luar biasa. Televisi digital mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang ekstrem dan jangkauan yang luas.
Penggunaan frekuensinya sangat efisiensi. Penggunaan pita spektrum frekuensi antara televisi analog dengan televisi digital berbanding 1:6. Artinya, bila televisi analog memerlukan pita selebar delapan megahertz untuk satu kanal transmisi, dengan komposisi sama, televisi digital bisa memancarkan enam hingga delapan kanal sekaligus dengan program berbeda.
Sehingga, kehadiran televisi digital menjawab persoalan stasiun televisi selama ini, yakni tingginya kebutuhan spektrum untuk penyiaran. Problema itu juga terjadi pada penyelenggaran televisi kabel yang ada saat ini. Di luar itu, fokus televisi digital adalah peningkatan kualitas gambar. Maka itu akurasi dan resolusi televisi digital berstatus execellent plus suara lebih jernih.
Hal itu berkat sistem OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) yang membuat pola kerja kanal berkecepatan tinggi sehingga gambar yang ditampilkan juga stabil dan tanpa bayangan walau pesawat penerima dalam keadaan bergerak. Hal itu yang tidak dapat diantisipasi televisi analog. Contoh paling sederhana adalah ketika menonton siaran televisi saat di dalam kabin kendaraan. Hasilnya? Gambar kerap timbul tenggelam, tidak stabil, dan berbayang.
Masih Terbatas
Jadi, bagaimana bila ingin menikmati kualitas gambar superjernih versi televisi digital? Ada dua cara. Pertama, menggunakan pesawat televisi digital atau menambahkan perangkat bernama set top box (STB) pada televisi analog.
Namun, lantaran masih fresh, banderol pesawat televisi digital antara 10 persen hingga 20 persen di atas televisi analog. Konkretnya, untuk televisi digital berukuran 21 inci dilepas di atas 1,5 juta rupiah. Sedangkan untuk berukuran 29 inci seharga 2 juta rupiah “Sedangkan harga STB sekitar 400 ribuan rupiah,” ungkap Supeno.
Namun, lantaran masih dalam tahap uji coba, radius jangkauan televisi digital juga masih terbatas. Ya itu tadi, masih menjangkau wilayah Jabodetabek. Bahkan, menurut pengakuan Daud pada sebuah portal berita nasional, dia enggan membeli STB pada akhir Maret lalu karena jangkauannya tidak lebih 10 kilometer dari Senayan sebagai sentral penyiaran.
Meski telah melakukan penetrasi pasar, tanggapan masyarakat berbeda-beda. Seperti Michelle Yuki, mahasiswi kedokteran gigi di Jakarta, yang berpendapat bahwa televisi digital bukanlah barang penting selama tidak ada masalah dengan televisi analog. “Kalau televisi analog saya bermasalah, baru mau beralih ke televisi digital,” ujar dia.
Sedangkan Amelia Utomo, karyawati sebuah perusahaan swasta di Jakarta menganggap televisi digital merupakan suatu kebutuhan. “Saya akan beralih ke televisi digital apalagi disarankan pemerintah dan telah banyak dipasarkan,” kata dia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar